Translate

Selasa, 23 September 2014


Sejarah Islam di Muangthai / Thailand
Oleh Mirza Widiarto



            Ada beberapapa teori yang menyebutkan tentang masuknya Islam di Thailand. Diantaranya ada yang mengatakan Islam masuk ke Thailand pada abad ke-10 melalui para pedagang dari ara.  Ada pula yang mengatakan Islam masuk ke Thailand melalui kerajaan Samudra Pasai di Aceh.
            Jika melihat peta Thailand, akan mendapatkan daerah-daerah yang berpenduduk muslim yang berapada persis di sebelah Negara-negara melayu, khususnya Malaysia, hal ini berkaitan dengan sejarah masuknya Islam di Thailand, “jika di katakan masuk”. Karena kenyataannya dalam sejarah, Islam bukan Thailand, tapi lebih dulu ada sebelum kerajaan Thailand “Tahi Kingdom” berdiri pada abad ke-9, Islam berada di daerah yang sekarang menjadi bbagian Thailand selatan sejak awal mula penyebaran Islam dari jazirah Arab. Hal ini bisa dilijat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno yang menggambarkan bangsa arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand dan juga keberhasilan bangsa arab dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi bukti bahwa islam sudah ada lebih dulu sebelum kerajaan Thua. Lebih dari itu penyebaran Islam di Asia Tenggara merupakan suatu kesatuan dakwah dari arab, masa khalifah Umar bin Khatab. Entah daerah mana yang lebih dahulu didatangi oleh utusan dakwah dari arab, Akan tetapi secara historis, Islam sudah menyebar di beberapa kawasan di Asia Tenggara sejak lama, di Malaka, Aceh (Nusantara), serta Malaya Paninsula termasuk daerah melayu yang berada di daerah Siam (Thailand).
   Mayoritas penduduk Thailand adalah bangsa Siam, Tionghoa dan sebagian kecil bangsa Melayu. Jumlah kaum muslim di Thailand memang tidak lebih dari 10% dari total 65 juta penduduk, namun Islam menjadi agama mayoritas kedua setelah Budha. Penduduk muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti di propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam sejarahnya adalah bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani. Kultur melayu sangat terasa di daerah selatan Thailand, khususnya daerah teluk Andaman dan beberapa daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Bahkan beberapa nama daerag berasal dari bahasa Melayu, seperti Phuket yang berasal dari kata bukit dan Trang yang berasal dari kata terang.
Proses masuknya Islam di Thailand dimulai sejak kerajaan Siam mengakuisi kerajaan Pattani Raya (atau lebih dikenal oleh penduduk muslim Thai sebagai Pattani Darussalam). Pattani berasal dari kata Al Fattani yang berarti kebijaksanaan atau cerdik karena di tempat itulah banyak lahir ulama dan cendekiawan muslim terkenal. Berbagai golongan masyarakat dari tanah Jawa banyak pula yang menjadi pengajar Al Qur’an dan kitab-kitab Islam berbahasa Arab Jawi. Beberapa kitab Arab Jawi sampai saat ini masih diajarkan di beberapa sekolah muslim dan pesantren di Thailand Selatan.
Perkembangan Islam di Thailand semakin pesat saat beberapa pekerja muslim dari Malaysia dan Indonesia masuk ke Thailand pada akhir abad ke-19. Saat itu mereka membantu kerajaan Thailand membangun beberapa kanal dan system perairan di Krung Theyp Mahanakhon (sekarang dikenal sebagai Propinsi Bangkok). Beberapa keluarga muslim bahkan mampu menggalang dana dan mendirikan masjid sebagai saran ibadah, sebuah masjid yang didirikan pada tahun 1949 oleh warga Indonesia dan komunitas muslim asli Thailand. Tanah wakaf masjid ini adalah milik Almarhum Hjai Saleh, seorang warga Indonesia yang bekerja di Bangkok.
Dimasukannya wilayah patani raya secara final ke dalam Negara Thai pada tahun 1902 di sambut dengan perlawanan oleh kaum bangsawan dan elit agama, yang secara berangsur-angsur dan sistematis dicopot dari kedudukannya yang berpengaruh dan merupakan sumber kekayaan mereka. Sementara dari luar –dari Negara-negara colonial, terutama Inggris- berkurang, pemerintah pusat di Bangkok melancarkan progamnya untuk mengkonsolidasi  kekuasaanya di provinsi-provinsi Melayu itu. Mula-mula, ketujuh kerajaan Melayu tiu di tempatkan di bawah control administratif dari Bakorn Sri Thammarat, sebuah kota berar Thai di sebelah utara, sebagaimana halnya kesultanan-kesultanan di Malaya utara di perintah Singapura
            Pada tahun 1910 Raja Wachiravut (Rama VI) menggantikan ayahnya di Bangkok. Sebagai seorang nasionalis Thai yang memperoleh pendidikan inggris, ia menganut paham patriotic inggris tentang “Tuhan, raja dan Negara” dan mengubahnya menjadi symbol Thai “Bangsa, agama dan raja” dalam kampanyenya untuk mempersatukan kerajaan (Wilson 1960: 111). Pemberian tekanan pada symbol itu tidak di sambut dengan gembira oleh golongan-golongan etnis yang memiliki simbol-simbol dan aspirasi-aspirasi sendiri. Orang-Orang cina merupakan sasaran utama kampanye nasionalistik yang diilhamkan dari atas itu. Oleh karena orang-orang cina itu sudah tergusur dari negeri leluhurnya sendiri dan bertekad untuk bertahan hidup di dalam suatu lingkungan yang baru, mereka tidak melawan kekuasaan Negara secara terang-terangan. Maka, perlawanan itu diserahkan kepada minoritas-minoritas pribumi di daerah-daerah terpencil, yakni golongan Melayu-Muslim di Patani.
            Gerakan-gerakan perlawanan setempat meliputi daerah-daerah yang luas di masa pemerintahan Raja Wachiravut (1910-1925). Kekhawatiran yang mula-mula dirasakan bahwa mereka akan diperlakukan sebagai warganegara kelas dua, menjadi suatu kenyataan. Program wajib mengikuti pendidikan Thai, yang di mulai dimasa pemerintahan raja yang sebelumnya, sudah mulai menampakan pengaruhnya terhadap masyarakat tradisional Melayu. Madrasah-madrasah yang di selenggarakan di masjid, di dorong untuk mengubah kurikulumnya sehingga mencangkup pelajaran bahasa dan indoktrinasi kewargaan Thai, yang telah dirancang oleh Bangkok (Wyat 1969 :333). Yang paling penting meresahkan penduduk setempat adalah semakin besarnya pengawasan Thai atas segala dimensi kehidupan sehari-hari.
                                           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar