Sejarah Islam
di Muangthai / Thailand
Oleh Mirza Widiarto
Ada beberapapa teori yang
menyebutkan tentang masuknya Islam di Thailand. Diantaranya ada yang mengatakan
Islam masuk ke Thailand pada abad ke-10 melalui para pedagang dari ara. Ada pula yang mengatakan Islam masuk ke Thailand
melalui kerajaan Samudra Pasai di Aceh.
Jika melihat peta Thailand, akan
mendapatkan daerah-daerah yang berpenduduk muslim yang berapada persis di
sebelah Negara-negara melayu, khususnya Malaysia, hal ini berkaitan dengan
sejarah masuknya Islam di Thailand, “jika di katakan masuk”. Karena
kenyataannya dalam sejarah, Islam bukan Thailand, tapi lebih dulu ada sebelum
kerajaan Thailand “Tahi Kingdom” berdiri pada abad ke-9, Islam berada di daerah
yang sekarang menjadi bbagian Thailand selatan sejak awal mula penyebaran Islam
dari jazirah Arab. Hal ini bisa dilijat dari fakta sejarah, seperti lukisan
kuno yang menggambarkan bangsa arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand dan
juga keberhasilan bangsa arab dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi
bukti bahwa islam sudah ada lebih dulu sebelum kerajaan Thua. Lebih dari itu
penyebaran Islam di Asia Tenggara merupakan suatu kesatuan dakwah dari arab,
masa khalifah Umar bin Khatab. Entah daerah mana yang lebih dahulu didatangi
oleh utusan dakwah dari arab, Akan tetapi secara historis, Islam sudah menyebar
di beberapa kawasan di Asia Tenggara sejak lama, di Malaka, Aceh (Nusantara),
serta Malaya Paninsula termasuk daerah melayu yang berada di daerah Siam
(Thailand).
Mayoritas
penduduk Thailand adalah bangsa Siam, Tionghoa dan sebagian kecil bangsa
Melayu. Jumlah kaum muslim di Thailand memang tidak lebih dari 10% dari total
65 juta penduduk, namun Islam menjadi agama mayoritas kedua setelah Budha.
Penduduk muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand,
seperti di propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam
sejarahnya adalah bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani. Kultur melayu sangat
terasa di daerah selatan Thailand, khususnya daerah teluk Andaman dan beberapa
daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Bahkan beberapa nama daerag
berasal dari bahasa Melayu, seperti Phuket yang berasal dari kata bukit dan
Trang yang berasal dari kata terang.
Proses
masuknya Islam di Thailand dimulai sejak kerajaan Siam mengakuisi kerajaan
Pattani Raya (atau lebih dikenal oleh penduduk muslim Thai sebagai Pattani
Darussalam). Pattani berasal dari kata Al Fattani yang berarti kebijaksanaan
atau cerdik karena di tempat itulah banyak lahir ulama dan cendekiawan muslim
terkenal. Berbagai golongan masyarakat dari tanah Jawa banyak pula yang menjadi
pengajar Al Qur’an dan kitab-kitab Islam berbahasa Arab Jawi. Beberapa kitab
Arab Jawi sampai saat ini masih diajarkan di beberapa sekolah muslim dan pesantren
di Thailand Selatan.
Perkembangan
Islam di Thailand semakin pesat saat beberapa pekerja muslim dari Malaysia dan
Indonesia masuk ke Thailand pada akhir abad ke-19. Saat itu mereka membantu
kerajaan Thailand membangun beberapa kanal dan system perairan di Krung Theyp
Mahanakhon (sekarang dikenal sebagai Propinsi Bangkok). Beberapa keluarga
muslim bahkan mampu menggalang dana dan mendirikan masjid sebagai saran ibadah,
sebuah masjid yang didirikan pada tahun 1949 oleh warga Indonesia dan komunitas
muslim asli Thailand. Tanah wakaf masjid ini adalah milik Almarhum Hjai Saleh,
seorang warga Indonesia yang bekerja di Bangkok.
Dimasukannya wilayah patani raya secara final
ke dalam Negara Thai pada tahun 1902 di sambut dengan perlawanan oleh kaum
bangsawan dan elit agama, yang secara berangsur-angsur dan sistematis dicopot
dari kedudukannya yang berpengaruh dan merupakan sumber kekayaan mereka.
Sementara dari luar –dari Negara-negara colonial, terutama Inggris- berkurang,
pemerintah pusat di Bangkok melancarkan progamnya untuk mengkonsolidasi kekuasaanya di provinsi-provinsi Melayu itu.
Mula-mula, ketujuh kerajaan Melayu tiu di tempatkan di bawah control
administratif dari Bakorn Sri Thammarat, sebuah kota berar Thai di sebelah
utara, sebagaimana halnya kesultanan-kesultanan di Malaya utara di perintah
Singapura
Pada
tahun 1910 Raja Wachiravut (Rama VI) menggantikan ayahnya di Bangkok. Sebagai
seorang nasionalis Thai yang memperoleh pendidikan inggris, ia menganut paham
patriotic inggris tentang “Tuhan, raja dan Negara” dan mengubahnya menjadi
symbol Thai “Bangsa, agama dan raja” dalam kampanyenya untuk mempersatukan
kerajaan (Wilson 1960: 111). Pemberian tekanan pada symbol itu tidak di sambut
dengan gembira oleh golongan-golongan etnis yang memiliki simbol-simbol dan
aspirasi-aspirasi sendiri. Orang-Orang cina merupakan sasaran utama kampanye
nasionalistik yang diilhamkan dari atas itu. Oleh karena orang-orang cina itu
sudah tergusur dari negeri leluhurnya sendiri dan bertekad untuk bertahan hidup
di dalam suatu lingkungan yang baru, mereka tidak melawan kekuasaan Negara
secara terang-terangan. Maka, perlawanan itu diserahkan kepada
minoritas-minoritas pribumi di daerah-daerah terpencil, yakni golongan
Melayu-Muslim di Patani.
Gerakan-gerakan
perlawanan setempat meliputi daerah-daerah yang luas di masa pemerintahan Raja
Wachiravut (1910-1925). Kekhawatiran yang mula-mula dirasakan bahwa mereka akan
diperlakukan sebagai warganegara kelas dua, menjadi suatu kenyataan. Program
wajib mengikuti pendidikan Thai, yang di mulai dimasa pemerintahan raja yang
sebelumnya, sudah mulai menampakan pengaruhnya terhadap masyarakat tradisional
Melayu. Madrasah-madrasah yang di selenggarakan di masjid, di dorong untuk
mengubah kurikulumnya sehingga mencangkup pelajaran bahasa dan indoktrinasi
kewargaan Thai, yang telah dirancang oleh Bangkok (Wyat 1969 :333). Yang paling
penting meresahkan penduduk setempat adalah semakin besarnya pengawasan Thai
atas segala dimensi kehidupan sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar