Translate

Selasa, 23 September 2014

Pembahasan
           
            Secara umum ajaran agama Islam meliputi semua realitas yang terdapat di alam semesta, didalam dunia yang mencangkup kehidupan manusia dan apa yang akan terjadi pada masa depan (akhirat). Secara sederhana ajaran agama Islam dapat di kelompokkan ke dalam 3 aspek, yaitu
1.      Akidah
2.      Ibadah
3.      Akhlak

1.      Akidah

Yang dimaksud dengan Akidah menurut etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Disebut demikian, karena ia mengikat dan menjadi sengkutan atau gantungan segala sesuatu. Dalam pengertiab teknis artinya adalah iman atau keyakinan. Karena itu, ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh agama islam. Kedudukannya sangat sentral, karena, menjadi asas dan sekaligus sangkutan atau gantungan segala sesuatu dalam islam. Juga menjadi titik tolak kegiatan seorang muslim. Akidah Islam berawal dari keyakinan kepada Zat Mutlak Yang Maha Esa yang di sebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan, dan wujud-Nya itu disebut Tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman seluruh keyakinan Islam.
Pokok-pokok keyakina Islam ini merupakan asas seluruh ajaran Islam. Jumlahnya ada enam yaitu
a.       Keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Keyakinan kepada Malaikat-malaikat-Nya.
c.       Keyakinan kepada Kitab-kitab suci-Nya
d.      Keyakinan kepada Nabi dan Rasul-Nya
e.       Keyakinan akan adanya Hari Akhir
f.       Keyakinan pada Kada dan Kadar.
A.    Keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Allah, Zat yang Maha Mutlak, menurut ajaran Islam, adalah Tuhan yang Maha Esa. Segala sesuatu mengenai Tuhan di sebut Ketuhanan. Ketuhanan yang Maha Esa menjadi dasar Negara Republik Indonesia. Menurut pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 Negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa. Istilah Ketuhanan Yang Maha Esa diciptakan oleh otak, pengertian dan iman orang Islam Indonesia, sebagai terjemahan kata-kata yang terhimpun dalam Allahu al wahidu-l-ahad yang berasal dari Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 163 dan surat al-Ikhlas ayat 1. Al wahidul-l-ahad itulah yang diterjemahkan dengan Yang Maha Esa, yang sebelum tahun 1945 (perkataan itu) tidak ada dalam bahasa Indonesia. Keyakinan kepada Allah Yang Maha Esa seperti itu mempunyai konsekuensi. Konsekuensinya adalah bagi umat islam yang mempunyai aqidah demikian, setiap atau segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindera mempunyai bentuk tertentu, tunduk pada ruang dan waktu, hidup memerlukan makanan dan minum seperti manusia biasa, mengalami sakit dan mati, lenyap dan musnah, bagi seorang muslim bukanlah Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Kemahaesaan Allah dalam sifat-sifat-Nya mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah mempunyai kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamainya. Sifat-sifat Allah itu banyak dan tidak dapat diperkirakan. Namun demikian, dari Al-Qur’an dapat diketahui Sembilan puluh Sembilan (99) nama sifat Allah yang biasanya disebut Al-Asma’ul Husna: Sembilan puluh Sembilan nama-nama Allah yang indah. Di dalam Ilmu Tauhid, di jelaskan dijelaskan dua puluh Allah, yang disebut dengan Sifat Dua Puluh.     

B.     Keyakinan Pada Para Malaikat
Malaikat adalah makhluk gaib, tidak dapat ditangkap oleh pancaindera manusia. Akan tetapi, dengan izin Allah, malaikat dapat menjelmakan dirinya seperti manusia, seperti malaikat Jibril menjadi manusia dihadapan Maryam, ibu dari Nabi Isa Alaihisalam (QS. Maryam (19): 16-17), misalnya. Mereka diciptakan tuhan dari cahaya dengan sifat atau pembawaan yang Allah berikan.
Konsekuensi beriman kepada para malaikat terhadap seorang muslim adalah harus meyakini adanya kehidupan rohani yang harus dikembangkan sesuai dengan dorongan para malaikat itu,
Selain para malaikat ada makhluk gaib lain lain ciptaan Allah. Yang dimaksud adalah Setan. Setan diciptakan dari api. Berbeda dengan malaikat yang mendorong manusia berbuat baik, kerja setan adalah menyesatkan manusia. kalau ada gerakan di hati seseorang berbuat jahat, itu tandanya manusia tersebut mendapat bisikan setan.
Menurut ajaran agama Islam, setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik dan atau berbuat jahat. Kecenderungan berbuat baik dikembangkan oleh malaikat dan kecenderungan berbuat jahat dimanfaatkan oleh setan dengan berbagai tipu daya. Ada mahkluk halus lain, yang diciptakan dari api, disebut iblis yang termasuk kedalam kategori setan. Iblis adalah mahkluk gaib yang berusaha dengan berbagai cara menjerumuskan manusia ke lembah kesesatan dan merangsang nafsu rendah manusia, dan selalu berusaha mempengaruhi manusia akan perilaku sama dengan iblis.
Selain mahkluk di atas, ada mahkluk halus lainnya yang disebut jin. Sama halnya dengan iblis yang dapat merupakan dirinya ke dalam berbagai bentuk, jin juga kadang-kadang dapat memperlihatkan dirinya sebagai mahkluk biasa seperti binatang, dan sebagai mahkluk yang luar biasa (bentuknya) jin ada pula yang baik, ada pula yang buruk, ada yang taat, ada pula yang ingkar kepada Allah.
Malaikat,setan,iblis dan jin adalah mahkluk-mahkluk halus, yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindra manusia dalam bentuk aslinya. Sebagai mahkluk halus yang berada di alam gaib, wujudnya sama dengan malaikat tetapi sifat dan tugasnya berbeda-beda. Malaikat mendorong manusia berbuat baik, sedang setan,iblis dan jin (kafir) pada umumnya mengajak manusia berbuat jahat.
C.    Keyakinan pada kitab-kitab suci
Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu memuat wahyu Allah. al-Quran menyebut beberapa kitab suci, misalnya Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud, Taurat, yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada nabi isa, dan al-Quran kepada Nabi Muhammad sebagai RasulNya. Namun, dalam perjalanan sejarah, kecuali al-Quran, isi kitab-kitab suci itu telah berubah, tidak lagi memuat firman-firman Allah yang asli sebagaimana disampaikan oleh malaikat Jibril kepada pada Rasul terdahulu.
Al-Quran adalah kitab suci umat islam yang memuat wahyu Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad selama masa kerasulannya.

D.    Keyakinan pada para Nabi dan Rasul
Yakin kepada para Nabi dan Rasul merupakan rukun iman keempat. Didalam buku-buku ilmu Tauhid disebutkan bahwa, antara Nabi dan Rasul ada perbedaan tugas utama. Para Nabi menerima tuntutan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai kewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umat manusia. Rasul adalah utusan (Tuhan) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umat manusia. Didalam al-Quran disebutkan nama 25 Nabi, beberapa diantaranya berfungsi juga sebagai Rasul yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada manusia dan menunjukkan cara-cara pelaksanaannya dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Sepanjang sejarah manusia, selalu saja ada orang yang memperingatan kepada meraka agar manusia senantiasa berada pada jalan yang benar. Yang memberi peringatan itu adalah para Nabi dan Rasul. Jumlah mereka adalah banyak, namun, berapa jumlahnya yang pasti tidaklah diketahui kecuai oleh Allah,  namun ada yang berpendapat bahwa jumlah Nabi dan Rasul yang berpanah di utus oleh Allah untuk memimpin manusia ada 124.000 orang Nabi dan 313 orang Rasul.

E.     Keyakinan Pada Hari Kiamat
Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari Kiamat, Keyakinan ini sangat penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainya, sebab tanpa mempercayai hari Kiamat sama halnya dengan orang tidak mempercayai agama Islam. Pada hari kiamat segala yang ada di alam semesta ini akan hancur tidak ada yang tersisa kecuali Allah. Dan setelah semuanya hancur, maka manusia di bangkitkan kembali untuk mempertanggungjawabkan semua yang telah di perbuatnya di hadapan Allah.

F.     Keyakinan Pada Kada dan Kadar
Dalam menyakini rukun iman yang keenam ini ada beberapa hal yang perlu di jelaskan. diantaranya yang terpenting adalah hubungan takdir dan kehendak bebas / free will manusia.
untuk memahami takdir, manusia harus hidup dengan ikhtiar, sebab dalam kehidupan sehari-hari nyatanya takdir Ilahi berkaitan erat dengan kehidupan manusia. Usaha manusia haruslah maksimal dan optimal diiringi dengan doa dan tawakal. Tawakal yang di maksud adalah tawakal dalam makna menyerahkan nasib dan kesudahan usaha kita kepada Allah, sementara kita harus berikhtiar serta yakin bahwa penentu terakhir segala-galanya berada dalam kekuasaan Allah SWT.

2.      Ibadah
secara bahasa, kata Ibadah berasal dari bahasa Arab al-abdiyyah, al-‘ubudiyyah dan al-‘ibadah yang berarti ketaatan.
Sementara itu  dalam terminology syariat, Muhammad Abduh menafsirkan ibadah sebagai suatu bentuk ketundukan dan ketaatan sebagai dampak dari rasa pengagungnya yang bersemai di dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang menjadi tujuan ketundukannya. Rasa ini lahir akibat adanya keyakinan dalam diri orang yang bersangkutan bahwa objek tujuan ibadahnya memiliki kekuasaan yang tak dapat dijangkau oleh sesuatu yang lain. Dia adalah Dzat yang menguasai jiwa raga, namun Dia berada di luar jangkauanya.
Senada pengertian Muhammad Abduh di atas, Syaikh Mahmud Syaltut mengartikan ibadah sebagai suatu ketundukan yang tek terbatas bagi pemilik keagungan yang tidak terbatas pula. Ketundukan tersebut merupakan manifestasi dari kerendahan hati, kecintaan batin, serta peleburan diri dalam bentuknya yang tinggi kepada keagungan serta keidahan Dzat yang kepada-Nya seseorang beribadah. Sedangkan Syaikh Ja’far Subhani mengartikan tentang ketuhanan kepada Dzat yang kepada-Nya seseoarang tunduk.
Manusia terdiri atas dua unsur yakni jasmani dan rohani. Tubuh manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan-kebutuhan materil, sedangkan ruh manusia bersifat immateri dan karakternya mempunyai kebutuhan spiritual. Keduanya harus di penuhi secara seimbang. Seseorang yang hanya memenuhi salah satu factor dari kebutuhannya akan mengalami ketidakseimbangan.
Disinilah pentingnya ajaran Islam yang berkenaan dengan ibadah. Islam tidak bermaksud menyingkirkan kedua dimensi yakni rasio dan materi. Namun tidak pula mendewakan keduanya. keduanya dianggap penting menurut ukuran dan kadarnya yang pas atau berlebih-lebihan.
Menurut Imam Asy-Syatibi, ibadah memiliki dimensi keakhiratan sekaligus keduniawian. Ibadah dalam ajaran Islam tidak hanya bermaksudkan dalam kerangka hubungan dengan Allah SWT semata, tetapi juga mengandung dimensi sosial yang tinggi bagi para pemeluknya. Semua bentuk ibadah memiliki makna sosialnya masing-masing sebagaimana berikut:
Pertama, Ibadah Shalat, salah satu kandungan sosial dari ibadah shalat adalah bahwa shalat mengajarkan makna persaudaraan dan persatuan yang begitu tinggi. Ketika melaksanakan shalat di masjid lima kali dalam sehari, maka sesungguhnya ibadah tersebut tengah menghimpun penduduknya lima kali sehari. Dalam aktifitas tersebut, mereka saling mengenal, saling berkomunikasi dan saling menyatukan hati.
Kedua, Ibadah puasa. puasa mampu menumbuhkan kepekaan sosial bagi pelakunya. Dengan berpuasa si kaya merasakan betapa tidak enaknya merasakan lapar. Puasa mengajarkan kepadanya untuk bisa mengenali serta merasakan penderitaan orang yang sehari-hari senantiasa berada dalam kekurangan dan berbalut kemiskinan, sehingga di harapkan lahir kepedulian dari si kaya kepada si miskin.
ketiga, ibadah zakat, ibadah zakat memiliki fungsi dan hikmah ganda. Yang pertama, zakat dapat mengikis sifat kikir di dalam jiwa seseorang. Yang kedua, zakat berpengaruh untuk menciptakan ketenangan dan ketentraman bukan hanya bagi penerimanya, tetapi juga bagi pemberinya.
Yang keempat, ibadah Haji. Dalam ibadah haji terkandung pengalaman nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Ibadah haji di mulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan kemudian mengenakan pakaian ihram.
Secara garis besar, Islam membagi ibadah kedalam dua bagian, yaitu ibadah khusus atau ibadah murni dan Ibadah yang bersifat umum. Ibadah khusus atau ibadah murni adalah segala aktifitas ibadah yang cara, waktu, dan kadarnya telah di tentukan oleh Allah dan Rasul-Nya seperti, shalat,, puasa, dan Haji. Sedangkan Ibadah yang bersifat umum adalah ibadah yang tatacaranya tidak di tentukan oleh Allah SWT seperti berinfaq, menyantuni anak yatim, membantu orang lain dll.

3.      Akhlak
Secara etimologi, akhlak lazim disebut dengan tingkah laku/perangai. Secara terminology, akhlak adalah pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan dan cara memperolehnya agar jiwa menjadi bersih dan pengetahuan tentang kehinaan-kehinaan jiwa untuk mensucikan jiwa tersebut darinya. Dalam bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan sebagai moral, etika, watak, budi pekerti, tingkah laku dll.
Para ulama klasik mengartikan akhlak sebagai kemampuan jiwa untuk melahirkan suatu perbuatan yang spontan, tanpa memikirkan atau merasa terpaksa. Sering pula akhlak diartikan sebagai semua perbuatan baik atau buruk.
Dalam ajaran agama Islam akhlak di bagi menjadi dua yaitu akhlak yang baik dan akhlak yang buruk.
Beberapa hal yang dikategorikan sebagai akhlak yang baik adalah : setia, pemaaf, benar, menepati janji,, adil, malu, kuat, sabar dan masih banyak yang lainnya.
adapaun yang termasuk akhlak yang buruk adalah: egois, kikir, dusta, khianat, pengecut, adu domba, sombong dan masih banyak yang lainnya.
     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar