Translate

Selasa, 23 September 2014


Peserta Workshop lomba visualisasi kesejarahan kementrian pendidikan dan kebudayaan
Pembahasan
           
            Secara umum ajaran agama Islam meliputi semua realitas yang terdapat di alam semesta, didalam dunia yang mencangkup kehidupan manusia dan apa yang akan terjadi pada masa depan (akhirat). Secara sederhana ajaran agama Islam dapat di kelompokkan ke dalam 3 aspek, yaitu
1.      Akidah
2.      Ibadah
3.      Akhlak

1.      Akidah

Yang dimaksud dengan Akidah menurut etimologi, adalah ikatan, sangkutan. Disebut demikian, karena ia mengikat dan menjadi sengkutan atau gantungan segala sesuatu. Dalam pengertiab teknis artinya adalah iman atau keyakinan. Karena itu, ditautkan dengan rukun iman yang menjadi asas seluruh agama islam. Kedudukannya sangat sentral, karena, menjadi asas dan sekaligus sangkutan atau gantungan segala sesuatu dalam islam. Juga menjadi titik tolak kegiatan seorang muslim. Akidah Islam berawal dari keyakinan kepada Zat Mutlak Yang Maha Esa yang di sebut Allah. Allah Maha Esa dalam zat, sifat, perbuatan, dan wujud-Nya itu disebut Tauhid. Tauhid menjadi inti rukun iman seluruh keyakinan Islam.
Pokok-pokok keyakina Islam ini merupakan asas seluruh ajaran Islam. Jumlahnya ada enam yaitu
a.       Keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
b.      Keyakinan kepada Malaikat-malaikat-Nya.
c.       Keyakinan kepada Kitab-kitab suci-Nya
d.      Keyakinan kepada Nabi dan Rasul-Nya
e.       Keyakinan akan adanya Hari Akhir
f.       Keyakinan pada Kada dan Kadar.
A.    Keyakinan kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Allah, Zat yang Maha Mutlak, menurut ajaran Islam, adalah Tuhan yang Maha Esa. Segala sesuatu mengenai Tuhan di sebut Ketuhanan. Ketuhanan yang Maha Esa menjadi dasar Negara Republik Indonesia. Menurut pasal 29 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 Negara berdasarkan atas ketuhanan yang Maha Esa. Istilah Ketuhanan Yang Maha Esa diciptakan oleh otak, pengertian dan iman orang Islam Indonesia, sebagai terjemahan kata-kata yang terhimpun dalam Allahu al wahidu-l-ahad yang berasal dari Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 163 dan surat al-Ikhlas ayat 1. Al wahidul-l-ahad itulah yang diterjemahkan dengan Yang Maha Esa, yang sebelum tahun 1945 (perkataan itu) tidak ada dalam bahasa Indonesia. Keyakinan kepada Allah Yang Maha Esa seperti itu mempunyai konsekuensi. Konsekuensinya adalah bagi umat islam yang mempunyai aqidah demikian, setiap atau segala sesuatu yang dapat ditangkap oleh pancaindera mempunyai bentuk tertentu, tunduk pada ruang dan waktu, hidup memerlukan makanan dan minum seperti manusia biasa, mengalami sakit dan mati, lenyap dan musnah, bagi seorang muslim bukanlah Allah, Tuhan Yang Maha Esa.
Kemahaesaan Allah dalam sifat-sifat-Nya mempunyai arti bahwa sifat-sifat Allah mempunyai kesempurnaan dan keutamaan, tidak ada yang menyamainya. Sifat-sifat Allah itu banyak dan tidak dapat diperkirakan. Namun demikian, dari Al-Qur’an dapat diketahui Sembilan puluh Sembilan (99) nama sifat Allah yang biasanya disebut Al-Asma’ul Husna: Sembilan puluh Sembilan nama-nama Allah yang indah. Di dalam Ilmu Tauhid, di jelaskan dijelaskan dua puluh Allah, yang disebut dengan Sifat Dua Puluh.     

B.     Keyakinan Pada Para Malaikat
Malaikat adalah makhluk gaib, tidak dapat ditangkap oleh pancaindera manusia. Akan tetapi, dengan izin Allah, malaikat dapat menjelmakan dirinya seperti manusia, seperti malaikat Jibril menjadi manusia dihadapan Maryam, ibu dari Nabi Isa Alaihisalam (QS. Maryam (19): 16-17), misalnya. Mereka diciptakan tuhan dari cahaya dengan sifat atau pembawaan yang Allah berikan.
Konsekuensi beriman kepada para malaikat terhadap seorang muslim adalah harus meyakini adanya kehidupan rohani yang harus dikembangkan sesuai dengan dorongan para malaikat itu,
Selain para malaikat ada makhluk gaib lain lain ciptaan Allah. Yang dimaksud adalah Setan. Setan diciptakan dari api. Berbeda dengan malaikat yang mendorong manusia berbuat baik, kerja setan adalah menyesatkan manusia. kalau ada gerakan di hati seseorang berbuat jahat, itu tandanya manusia tersebut mendapat bisikan setan.
Menurut ajaran agama Islam, setiap manusia mempunyai kecenderungan untuk berbuat baik dan atau berbuat jahat. Kecenderungan berbuat baik dikembangkan oleh malaikat dan kecenderungan berbuat jahat dimanfaatkan oleh setan dengan berbagai tipu daya. Ada mahkluk halus lain, yang diciptakan dari api, disebut iblis yang termasuk kedalam kategori setan. Iblis adalah mahkluk gaib yang berusaha dengan berbagai cara menjerumuskan manusia ke lembah kesesatan dan merangsang nafsu rendah manusia, dan selalu berusaha mempengaruhi manusia akan perilaku sama dengan iblis.
Selain mahkluk di atas, ada mahkluk halus lainnya yang disebut jin. Sama halnya dengan iblis yang dapat merupakan dirinya ke dalam berbagai bentuk, jin juga kadang-kadang dapat memperlihatkan dirinya sebagai mahkluk biasa seperti binatang, dan sebagai mahkluk yang luar biasa (bentuknya) jin ada pula yang baik, ada pula yang buruk, ada yang taat, ada pula yang ingkar kepada Allah.
Malaikat,setan,iblis dan jin adalah mahkluk-mahkluk halus, yang tidak dapat ditangkap oleh pancaindra manusia dalam bentuk aslinya. Sebagai mahkluk halus yang berada di alam gaib, wujudnya sama dengan malaikat tetapi sifat dan tugasnya berbeda-beda. Malaikat mendorong manusia berbuat baik, sedang setan,iblis dan jin (kafir) pada umumnya mengajak manusia berbuat jahat.
C.    Keyakinan pada kitab-kitab suci
Keyakinan kepada kitab-kitab suci merupakan rukun iman ketiga. Kitab-kitab suci itu memuat wahyu Allah. al-Quran menyebut beberapa kitab suci, misalnya Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud, Taurat, yang diturunkan kepada Nabi Musa, Injil kepada nabi isa, dan al-Quran kepada Nabi Muhammad sebagai RasulNya. Namun, dalam perjalanan sejarah, kecuali al-Quran, isi kitab-kitab suci itu telah berubah, tidak lagi memuat firman-firman Allah yang asli sebagaimana disampaikan oleh malaikat Jibril kepada pada Rasul terdahulu.
Al-Quran adalah kitab suci umat islam yang memuat wahyu Allah yang disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad selama masa kerasulannya.

D.    Keyakinan pada para Nabi dan Rasul
Yakin kepada para Nabi dan Rasul merupakan rukun iman keempat. Didalam buku-buku ilmu Tauhid disebutkan bahwa, antara Nabi dan Rasul ada perbedaan tugas utama. Para Nabi menerima tuntutan berupa wahyu, akan tetapi tidak mempunyai kewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umat manusia. Rasul adalah utusan (Tuhan) yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada umat manusia. Didalam al-Quran disebutkan nama 25 Nabi, beberapa diantaranya berfungsi juga sebagai Rasul yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya kepada manusia dan menunjukkan cara-cara pelaksanaannya dalam kehidupan manusia sehari-hari.
Sepanjang sejarah manusia, selalu saja ada orang yang memperingatan kepada meraka agar manusia senantiasa berada pada jalan yang benar. Yang memberi peringatan itu adalah para Nabi dan Rasul. Jumlah mereka adalah banyak, namun, berapa jumlahnya yang pasti tidaklah diketahui kecuai oleh Allah,  namun ada yang berpendapat bahwa jumlah Nabi dan Rasul yang berpanah di utus oleh Allah untuk memimpin manusia ada 124.000 orang Nabi dan 313 orang Rasul.

E.     Keyakinan Pada Hari Kiamat
Rukun iman yang kelima adalah keyakinan kepada hari Kiamat, Keyakinan ini sangat penting dalam rangkaian kesatuan rukun iman lainya, sebab tanpa mempercayai hari Kiamat sama halnya dengan orang tidak mempercayai agama Islam. Pada hari kiamat segala yang ada di alam semesta ini akan hancur tidak ada yang tersisa kecuali Allah. Dan setelah semuanya hancur, maka manusia di bangkitkan kembali untuk mempertanggungjawabkan semua yang telah di perbuatnya di hadapan Allah.

F.     Keyakinan Pada Kada dan Kadar
Dalam menyakini rukun iman yang keenam ini ada beberapa hal yang perlu di jelaskan. diantaranya yang terpenting adalah hubungan takdir dan kehendak bebas / free will manusia.
untuk memahami takdir, manusia harus hidup dengan ikhtiar, sebab dalam kehidupan sehari-hari nyatanya takdir Ilahi berkaitan erat dengan kehidupan manusia. Usaha manusia haruslah maksimal dan optimal diiringi dengan doa dan tawakal. Tawakal yang di maksud adalah tawakal dalam makna menyerahkan nasib dan kesudahan usaha kita kepada Allah, sementara kita harus berikhtiar serta yakin bahwa penentu terakhir segala-galanya berada dalam kekuasaan Allah SWT.

2.      Ibadah
secara bahasa, kata Ibadah berasal dari bahasa Arab al-abdiyyah, al-‘ubudiyyah dan al-‘ibadah yang berarti ketaatan.
Sementara itu  dalam terminology syariat, Muhammad Abduh menafsirkan ibadah sebagai suatu bentuk ketundukan dan ketaatan sebagai dampak dari rasa pengagungnya yang bersemai di dalam lubuk hati seseorang terhadap siapa yang menjadi tujuan ketundukannya. Rasa ini lahir akibat adanya keyakinan dalam diri orang yang bersangkutan bahwa objek tujuan ibadahnya memiliki kekuasaan yang tak dapat dijangkau oleh sesuatu yang lain. Dia adalah Dzat yang menguasai jiwa raga, namun Dia berada di luar jangkauanya.
Senada pengertian Muhammad Abduh di atas, Syaikh Mahmud Syaltut mengartikan ibadah sebagai suatu ketundukan yang tek terbatas bagi pemilik keagungan yang tidak terbatas pula. Ketundukan tersebut merupakan manifestasi dari kerendahan hati, kecintaan batin, serta peleburan diri dalam bentuknya yang tinggi kepada keagungan serta keidahan Dzat yang kepada-Nya seseorang beribadah. Sedangkan Syaikh Ja’far Subhani mengartikan tentang ketuhanan kepada Dzat yang kepada-Nya seseoarang tunduk.
Manusia terdiri atas dua unsur yakni jasmani dan rohani. Tubuh manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan-kebutuhan materil, sedangkan ruh manusia bersifat immateri dan karakternya mempunyai kebutuhan spiritual. Keduanya harus di penuhi secara seimbang. Seseorang yang hanya memenuhi salah satu factor dari kebutuhannya akan mengalami ketidakseimbangan.
Disinilah pentingnya ajaran Islam yang berkenaan dengan ibadah. Islam tidak bermaksud menyingkirkan kedua dimensi yakni rasio dan materi. Namun tidak pula mendewakan keduanya. keduanya dianggap penting menurut ukuran dan kadarnya yang pas atau berlebih-lebihan.
Menurut Imam Asy-Syatibi, ibadah memiliki dimensi keakhiratan sekaligus keduniawian. Ibadah dalam ajaran Islam tidak hanya bermaksudkan dalam kerangka hubungan dengan Allah SWT semata, tetapi juga mengandung dimensi sosial yang tinggi bagi para pemeluknya. Semua bentuk ibadah memiliki makna sosialnya masing-masing sebagaimana berikut:
Pertama, Ibadah Shalat, salah satu kandungan sosial dari ibadah shalat adalah bahwa shalat mengajarkan makna persaudaraan dan persatuan yang begitu tinggi. Ketika melaksanakan shalat di masjid lima kali dalam sehari, maka sesungguhnya ibadah tersebut tengah menghimpun penduduknya lima kali sehari. Dalam aktifitas tersebut, mereka saling mengenal, saling berkomunikasi dan saling menyatukan hati.
Kedua, Ibadah puasa. puasa mampu menumbuhkan kepekaan sosial bagi pelakunya. Dengan berpuasa si kaya merasakan betapa tidak enaknya merasakan lapar. Puasa mengajarkan kepadanya untuk bisa mengenali serta merasakan penderitaan orang yang sehari-hari senantiasa berada dalam kekurangan dan berbalut kemiskinan, sehingga di harapkan lahir kepedulian dari si kaya kepada si miskin.
ketiga, ibadah zakat, ibadah zakat memiliki fungsi dan hikmah ganda. Yang pertama, zakat dapat mengikis sifat kikir di dalam jiwa seseorang. Yang kedua, zakat berpengaruh untuk menciptakan ketenangan dan ketentraman bukan hanya bagi penerimanya, tetapi juga bagi pemberinya.
Yang keempat, ibadah Haji. Dalam ibadah haji terkandung pengalaman nilai-nilai kemanusiaan yang universal. Ibadah haji di mulai dengan niat sambil menanggalkan pakaian biasa dan kemudian mengenakan pakaian ihram.
Secara garis besar, Islam membagi ibadah kedalam dua bagian, yaitu ibadah khusus atau ibadah murni dan Ibadah yang bersifat umum. Ibadah khusus atau ibadah murni adalah segala aktifitas ibadah yang cara, waktu, dan kadarnya telah di tentukan oleh Allah dan Rasul-Nya seperti, shalat,, puasa, dan Haji. Sedangkan Ibadah yang bersifat umum adalah ibadah yang tatacaranya tidak di tentukan oleh Allah SWT seperti berinfaq, menyantuni anak yatim, membantu orang lain dll.

3.      Akhlak
Secara etimologi, akhlak lazim disebut dengan tingkah laku/perangai. Secara terminology, akhlak adalah pengetahuan tentang keutamaan-keutamaan dan cara memperolehnya agar jiwa menjadi bersih dan pengetahuan tentang kehinaan-kehinaan jiwa untuk mensucikan jiwa tersebut darinya. Dalam bahasa Indonesia, akhlak dapat diartikan sebagai moral, etika, watak, budi pekerti, tingkah laku dll.
Para ulama klasik mengartikan akhlak sebagai kemampuan jiwa untuk melahirkan suatu perbuatan yang spontan, tanpa memikirkan atau merasa terpaksa. Sering pula akhlak diartikan sebagai semua perbuatan baik atau buruk.
Dalam ajaran agama Islam akhlak di bagi menjadi dua yaitu akhlak yang baik dan akhlak yang buruk.
Beberapa hal yang dikategorikan sebagai akhlak yang baik adalah : setia, pemaaf, benar, menepati janji,, adil, malu, kuat, sabar dan masih banyak yang lainnya.
adapaun yang termasuk akhlak yang buruk adalah: egois, kikir, dusta, khianat, pengecut, adu domba, sombong dan masih banyak yang lainnya.
     


Sejarah Islam di Muangthai / Thailand
Oleh Mirza Widiarto



            Ada beberapapa teori yang menyebutkan tentang masuknya Islam di Thailand. Diantaranya ada yang mengatakan Islam masuk ke Thailand pada abad ke-10 melalui para pedagang dari ara.  Ada pula yang mengatakan Islam masuk ke Thailand melalui kerajaan Samudra Pasai di Aceh.
            Jika melihat peta Thailand, akan mendapatkan daerah-daerah yang berpenduduk muslim yang berapada persis di sebelah Negara-negara melayu, khususnya Malaysia, hal ini berkaitan dengan sejarah masuknya Islam di Thailand, “jika di katakan masuk”. Karena kenyataannya dalam sejarah, Islam bukan Thailand, tapi lebih dulu ada sebelum kerajaan Thailand “Tahi Kingdom” berdiri pada abad ke-9, Islam berada di daerah yang sekarang menjadi bbagian Thailand selatan sejak awal mula penyebaran Islam dari jazirah Arab. Hal ini bisa dilijat dari fakta sejarah, seperti lukisan kuno yang menggambarkan bangsa arab di Ayuthaya, sebuah daerah di Thailand dan juga keberhasilan bangsa arab dalam mendirikan Daulah Islamiyah Pattani menjadi bukti bahwa islam sudah ada lebih dulu sebelum kerajaan Thua. Lebih dari itu penyebaran Islam di Asia Tenggara merupakan suatu kesatuan dakwah dari arab, masa khalifah Umar bin Khatab. Entah daerah mana yang lebih dahulu didatangi oleh utusan dakwah dari arab, Akan tetapi secara historis, Islam sudah menyebar di beberapa kawasan di Asia Tenggara sejak lama, di Malaka, Aceh (Nusantara), serta Malaya Paninsula termasuk daerah melayu yang berada di daerah Siam (Thailand).
   Mayoritas penduduk Thailand adalah bangsa Siam, Tionghoa dan sebagian kecil bangsa Melayu. Jumlah kaum muslim di Thailand memang tidak lebih dari 10% dari total 65 juta penduduk, namun Islam menjadi agama mayoritas kedua setelah Budha. Penduduk muslim Thailand sebagian besar berdomisili di bagian selatan Thailand, seperti di propinsi Pha Nga, Songkhla, Narathiwat dan sekitarnya yang dalam sejarahnya adalah bagian dari Daulah Islamiyyah Pattani. Kultur melayu sangat terasa di daerah selatan Thailand, khususnya daerah teluk Andaman dan beberapa daerah yang berbatasan langsung dengan Malaysia. Bahkan beberapa nama daerag berasal dari bahasa Melayu, seperti Phuket yang berasal dari kata bukit dan Trang yang berasal dari kata terang.
Proses masuknya Islam di Thailand dimulai sejak kerajaan Siam mengakuisi kerajaan Pattani Raya (atau lebih dikenal oleh penduduk muslim Thai sebagai Pattani Darussalam). Pattani berasal dari kata Al Fattani yang berarti kebijaksanaan atau cerdik karena di tempat itulah banyak lahir ulama dan cendekiawan muslim terkenal. Berbagai golongan masyarakat dari tanah Jawa banyak pula yang menjadi pengajar Al Qur’an dan kitab-kitab Islam berbahasa Arab Jawi. Beberapa kitab Arab Jawi sampai saat ini masih diajarkan di beberapa sekolah muslim dan pesantren di Thailand Selatan.
Perkembangan Islam di Thailand semakin pesat saat beberapa pekerja muslim dari Malaysia dan Indonesia masuk ke Thailand pada akhir abad ke-19. Saat itu mereka membantu kerajaan Thailand membangun beberapa kanal dan system perairan di Krung Theyp Mahanakhon (sekarang dikenal sebagai Propinsi Bangkok). Beberapa keluarga muslim bahkan mampu menggalang dana dan mendirikan masjid sebagai saran ibadah, sebuah masjid yang didirikan pada tahun 1949 oleh warga Indonesia dan komunitas muslim asli Thailand. Tanah wakaf masjid ini adalah milik Almarhum Hjai Saleh, seorang warga Indonesia yang bekerja di Bangkok.
Dimasukannya wilayah patani raya secara final ke dalam Negara Thai pada tahun 1902 di sambut dengan perlawanan oleh kaum bangsawan dan elit agama, yang secara berangsur-angsur dan sistematis dicopot dari kedudukannya yang berpengaruh dan merupakan sumber kekayaan mereka. Sementara dari luar –dari Negara-negara colonial, terutama Inggris- berkurang, pemerintah pusat di Bangkok melancarkan progamnya untuk mengkonsolidasi  kekuasaanya di provinsi-provinsi Melayu itu. Mula-mula, ketujuh kerajaan Melayu tiu di tempatkan di bawah control administratif dari Bakorn Sri Thammarat, sebuah kota berar Thai di sebelah utara, sebagaimana halnya kesultanan-kesultanan di Malaya utara di perintah Singapura
            Pada tahun 1910 Raja Wachiravut (Rama VI) menggantikan ayahnya di Bangkok. Sebagai seorang nasionalis Thai yang memperoleh pendidikan inggris, ia menganut paham patriotic inggris tentang “Tuhan, raja dan Negara” dan mengubahnya menjadi symbol Thai “Bangsa, agama dan raja” dalam kampanyenya untuk mempersatukan kerajaan (Wilson 1960: 111). Pemberian tekanan pada symbol itu tidak di sambut dengan gembira oleh golongan-golongan etnis yang memiliki simbol-simbol dan aspirasi-aspirasi sendiri. Orang-Orang cina merupakan sasaran utama kampanye nasionalistik yang diilhamkan dari atas itu. Oleh karena orang-orang cina itu sudah tergusur dari negeri leluhurnya sendiri dan bertekad untuk bertahan hidup di dalam suatu lingkungan yang baru, mereka tidak melawan kekuasaan Negara secara terang-terangan. Maka, perlawanan itu diserahkan kepada minoritas-minoritas pribumi di daerah-daerah terpencil, yakni golongan Melayu-Muslim di Patani.
            Gerakan-gerakan perlawanan setempat meliputi daerah-daerah yang luas di masa pemerintahan Raja Wachiravut (1910-1925). Kekhawatiran yang mula-mula dirasakan bahwa mereka akan diperlakukan sebagai warganegara kelas dua, menjadi suatu kenyataan. Program wajib mengikuti pendidikan Thai, yang di mulai dimasa pemerintahan raja yang sebelumnya, sudah mulai menampakan pengaruhnya terhadap masyarakat tradisional Melayu. Madrasah-madrasah yang di selenggarakan di masjid, di dorong untuk mengubah kurikulumnya sehingga mencangkup pelajaran bahasa dan indoktrinasi kewargaan Thai, yang telah dirancang oleh Bangkok (Wyat 1969 :333). Yang paling penting meresahkan penduduk setempat adalah semakin besarnya pengawasan Thai atas segala dimensi kehidupan sehari-hari.
                                           



Peperangan di zaman Nabi Muhammad SAW
Oleh Mirza Widiarto

            luasnya ajaran agama islam saat ini  tidak lepas dari perjuangan penyebaran agama islam yang di lakukan oleh Nabi Muhammad SAW, beliau yang pertama kali menyebarkannya ke para sahabat dan akhirnya dapat tersebar keseluruh penjuru dunia. Dalam proses penyebarannya, nabi Muhammad SAW mendapatkan banyak halangan atau rintangan dari bangsa arab dan sekitarnya terutama dari kaum Quraisy yang sangat memusuhinya, dengan segala upaya pun telah mereka lakukan untuk menghalangi dan menghentikan dakwah nabi, salah satu upaya tersebut adalah dengan berperang dengan kaum muslimin yang ketika itu telah berhijrah dari kota Mekkah ke Madinah.
              Peperangan-peperangan tersebutlah yang menjadi salah satu perjuangan Nabi dan umat Islam ketika itu untuk selalu menegakan ajaran agama islam yang Alhamdulillah saat ini telah tersebar keseluruh penjuru dunia, dan perlu dingat pula bahwa peperangan tersebut bukan untuk memerangi atau membinasakan kaum Quraisy dan musuh islam yang lainya, tapi lantaran sebagai wujud pembelaan atas umaat islam yang di ganggu oleh mereka.
            Secara garis besar peperangan yang terjadi pada zaman Nabi Muhammad SAW dapat di bedakan menjadi dua yaitu  Ghazwah dan Sariyyah yang pengertiannya sebagai berikut :
1.       Ghazwah
Yaitu peperangan yang di kunjungi atau nabi ikut berperang di dalamnya baik itu sebagai pemimpin peperangan terebut , ada pun ghazwah berjumlah 27 peperangan dan 9 diantaranya langsung di pimpin oleh Nabi Muhammad SAW yaitu :
1.      Perang Badr Al-Kubra, 2. Perang uhud, 3. Perang Khandaq, 4. Perang bani Quraidhah, 5. Perang banu Mushthaliq, 6. Perang Khaibar, 7.  Fathu Mekkah, 8. Perang Hunai dan yang no 9 adalah perang Thaif.
2.      Sariyyah
Adalah Peperangan yang di lakukan oleh pasukan kaum muslimin dan nabi tidak terlibat langsung pada saat berperang, nabi hanya mengirim pasukan untuk berperang, Sariyyah berjumlah 35 yang diantaranya adalah
1.      Perang yang di pimpin oleh Hamzah bin Abdul Muthalib (paman nabi) 2. Perang Qirda 3. Perang Raji 4. Perang Bi’ru Ma’unah 5. Perang Zi Al-Qissah.    
Demikian adalah peperangan yang telah terjadi pada zaman Rasulalloh SAW berdasarkan jenis peperangannya, sedangkan peperangan-peperangan berdasarkan besar atau kecilnya peperangan tersebut serta efek bagi kaum muslimin itu sendiri akan di paparkan di bawah ini.
a.       Perang Badar
Perang Badar adalah peperangan yang pertama kali di lakukan umat islam ketika zaman nabi Muhammad SAW dan terjadi di lembah badar, perang ini sangat begitu penting bagi kelanjutam dakwah nabi ketika itu, karena apabila pada perang tersebut umat islam mengalami kekalahan, maka dakwah nabi bisa di katakan telah selesai, sedangkan apabila pada saat itu kaum muslimin memenangkan peperangan maka kedepan dakwah nabi akan lancar, dan Alhamdulillah Allah berkehendak kemenangan bagi kaum muslimin dengan di bantu oleh para malaikat sehingga dakwah nabi terus berlanjut hingga ajaran agama islam ada sampai sekarang.
Pada peperangan tersebut umat islam yang langsung di pimpin oleh nabi Muhammad SAW hanya membawa 313 tentara dibandingkan dengan kaum Quraisy yang membawa pasukan 10 kali lipat lebih banyak dari pasukan kaum muslimin, tapi atas kehendak Allah SWT kemenangan berada di pihak kaum muslimin. Pada peperangan tersebut kaum muslimin selain kekurangan jumlah tentara atau pasukan tapi juga kekurangan perlengkapan atau senjata perang, yang apabila difikir secara logika kaum muslimin akan kalah telah dari kaum Quraisy, tapi Allah tidak akan membiarkan Rasul dan Agama yang di bawanya hancur begitu saja, dengan di turunkannya malaikat-malaikat Nya untuk membantu kaum muslimin sehingga kemenangan pun diraih
b.      Perang Uhud
Setelah mengalami kekalahan pada perang Badar, kaum kafir Quraisy ingin membalas kekalahn pada perang tersebut dengan menyerbu kaum muslimin di bukit uhud, pada perang tersebut kaum muslimin memiliki kekuatan sekitar seribu orang pasukan yang termasuk di dalamnya nabi dan sahabatnya seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Hamzan bin Abdul Muthalib dan lain sebagainya. Sedangkan kaum Quraisy berkekuatan tiga ribu pasukan atau tiga kali lipat dari pasukan kaum muslimin.
Melihan situasi seperti itu, ada seorang munafik di pasukan kaum muslimin yang menghasut para pasukan yang lainnya untuk tidak melanjutkan peperangan, karena dia berfikir akan mengalami kekalahan, sehingga pada saat itu keluar dari pasukan kaum muslimin 300 prajurit sehingga kini tinggal 700 orang pasukan.
Peperangan pun pecah dengan kekuatan yang sangat tidak berimbang, tapi dengan izin Allah umat islam dapat memukul mundur kaum Quraisy, tapi, pada saat seperti itu pasukan muslimin saling berebut harta rampasan perang sehingga mereka meninggalkan pos yang telah nabi perintahkan untuk mereka jaga, tahu akan hal itu, kaum kafir Quraisy yang tadinya telah mundur kembali menyerang balik sehingga kaum muslimin pun kocar-kacir menghadapainya dan mengalami kekalahan pada perang tersebut. Bahkan Nabi mengalami luka serta Syahidnya paman nabi yaitu Hamzah bin Abdul Muthalib.
c.       Perang Mu’tah
yaitu merupakan perang pembuka bagi penaklukan negeri-negeri Nasrani. Perang tersebut adalah perang antara umat islam dengan romawi. Pada perang tersebut Rasulullah menghimpun pasukan sebanyal tiga ribu pasukan sedangkan pasukan Ro­­­­­­­­­mawi berjumlah dua ratus ribu prajurit.

d.      Fathul Mekkah (Pembebasan Kota Mekkah)
Peristiwa ini terjadi karena kaum Quraisy telah melanggar salah satu isi dari perjanjian hudaibiyah, sehingga nabi langsung mengumpulkan sekitar 10.000 pasukan kaum muslimin untuk berangkat ke kota mekkah. Beberapa hari sebelum Rasulullah berangkat bersama pasukannya, beliau di datangi oleh Abu Sofyan yang tak lain adalah salah satu pimpinan kaum Quraisy guna membahas pembaharuan perjanjian Hudaibiyah yang telah mereka langar, tapi nabi tidak menghiraukannya itu.
Pada tanggal 17 Ramadhan 8 Hijriyah, Nabi dan pasukannya telah sampai di kota Mekkah, tapi, sebelum nabi dan pasukan itu sampai ke kota mekkah, Abu Sufyan. Abu Sufyan akhirnya masuk islam ketika itu, sehingga pada saat pasukan muslim telah masuk ke kota mekkah nabi bersabda bahwa “siapa yang memasuki rumah Abu Sufyan akan aman” lalu beliau bersabda lagi “barang siapa yang masuk masjidil haram aman” dan yang terakhir “barang siapa menutup jendela rumah masing-masing akan aman”.
Dan akhirnya seluruh masyarakat kota mekkah ketika itu memeluk agama islam, dan kota tersebut telah menjadi kota kaum muslinin dan di bawah perintah Nabi Muhammad SAW.